Selasa, 15 November 2011


BOLEHKAH BERHAJI DARI UANG PINJAMAN?

Saya memiliki cita-cita yang cukup sulit dijangkau, yaitu ingin menghajikan kedua orangtua yang memang sangat ingin pergi berhaji. Setiap bulan, saya menyisihkan pendapatan saya. Suatu saat jika jumlahnya cukup, saya akan membuka tabungan haji atas nama ayah ibu saya agar mereka segera mendapatkan seat sehingga tahu kapan dapat segera ke Tanah Suci. Kendalanya adalah, orangtua saya sudah cukup sepuh sehingga kalau terus menunggu (tabungan cukup) saya takut umur mereka tidak sampai. Seorang teman berbaik hati hendak memberikan pijaman untuk mencukupi kekurangan dana (haji) yang saya miliki, namun saya ragu untuk menerimanya. Yang ingin saya tanyakan adalah, bolehkah menunaikan ibadah haji dari uang pinjaman? 


Kewajiban haji datang bila seseorang dipandang telah mampu (istitha’ah) untuk melakukan perjalanan ibadah haji. Allah Swt. berfirman,


“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Q.S. Ali Imran [3]: 97)

Ruang lingkup mampu yang menjadi syarat berhaji di antaranya adalah mampu membiayai perjalanan haji dan membekali mereka yang menjadi tanggungan selama berada di Tanah Suci. Biaya yang dimaksud tentunya merupakan hasil ikhtiar, baik dilakukan dengan tangan sendiri atau melalui kebaikan orang lain, sehingga terkumpul biaya setelah semua kebutuhan primer sehari-hari terpenuhi. Itulah yang menjadi alat ukur kemampuan seseorang dalam memenuhi pembiayaan haji. Artinya, selama dia mampu memenuhi kebutuhan haji tanpa meninggalkan beban berat di kemudian hari, maka bisa jadi ia telah memenuhi syarat mampu tersebut. 

Demikian pula halnya dengan yang penanya maksudkan mengenai boleh tidaknya menunaikan haji yang pembiayaannya diambil dari hasil pinjaman. Untuk menentukan boleh tidaknya biaya haji dari pinjaman adalah dengan mengembalikannya pada alat ukur tadi. Jika pinjaman tersebut terukur dan sudah diperhitungkan dengan matang mengenai kemungkinan sumber pendapatan untuk membayarnya, maka berhaji dari dana pinjaman tidak menjadi masalah. Namun, jika pinjaman dana haji tersebut dilakukan dengan kondisi ekonomi yang belum matang sehingga setelah berhutang membuat kehidupan ekonomi menjadi morat marit, maka niat berhaji tersebut sebaiknya ditangguhkan sampai keadaan memungkinkan. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NAPAK TILAS SECI CHAPTER PANTURA

- SEBAR VIRUS SEDULURAN SELAWASE - JASMERAH (Jangan pernah melupakan sejarah ) itulah kalimat yang pernah diucapkan oleh Bung Karno. ...